Argumen Benci Cemen

6:56 PM 0 Comments A+ a-

https://achilq82.files.wordpress.com/2014/05/bodor.jpg

 
Semenjak populernya medsos, memang rasa2nya jadi banyak “hakim” jadi2an.. Men-judge sana sini, menilai atas dasar pertimbangan dan sudut pandangnya sendiri.. Ujung2nya jadi debat kusir nggak berujung.. Kalopun berujung, nggak jarang jadi berujung retaknya hubungan.. Dulu, salah saatu dosen gw pernah berujar: kalo ada orang bicara tanpa data dan referensi, pada akhirnya selalu akan jadi debat kusir.
 
Menurut Littlejohn (2008) dalam “Theories of Human Communication”, individu memang menjadi “pemain kunci” dalam kehidupan sosial.. Sejatinya, individu adalah seorang komunikator yang membawa karakteristik atau ciri kepribadiannya ke dalam cara2nya berkomunikasi.. Dan namanya hidup bermasyarakat, ya pasti ada lah ketemu yang namanya perbedaan antar individu..

Ada teori komunikasi yang cukup dekat untuk bisa menjelaskan “perbedaan berujung hujat2an” di medsos itu.. Namanya teori Argumentativeness yang dilayangkan oleh Dominic Infante dan kawan2nya.. Menurut Infante, memang individu itu punya kecenderungan untuk ingin terlibat dalam obrolan dengan topik yang kontroversial.. Tujuannya: untuk mensupport sudut pandangnya sendiri, dan menyangkal keyakinan / paham yang berbeda.

Infante dalam konsepnya juga menyatakan: kalo sebenernya, sifat argumentatif individu itu bisa meningkatkan pembelajaran, membantu seseorang melihat dari sudut pandang yang lain, meningkatkan kredibilitas, dan mengembangkan kemampuan komunikasi.. Yah bisa banyak diliat sih contohnya, orang2 yang bisa membangun argumen dengan cantik, biasanya skill komunikasinya juga oke.

Cuman yang jadi masalah, nggak semua orang bisa mengakomodir perbedaan argumen dengan baik.. Infante sendiri membagi dua “cluster” untuk teori argumentativeness ini: yakni yang positif (baik), dan yang negatif: agresif secara verbal / memuat permusuhan..
Dan individu2 dengan argumentativeness negatif adalah selalu mereka yang nggak bisa membuat solusi untuk menyikapi perbedaaan.. Akhirnya jadi bersifat agresif / menyerang, menghujat, dan lain sebagainya, bahkan untuk hal2 yang sebetulnya sama sekali nggak penting untuk diperdebatkan.. Bisa liat sendiri, nggak jarang perdebatan2 di medsos adalah perdebatan yang remeh dan nggak konstruktif.

Solusi dari Infante: pahamilah cara2 untuk “how to argue properly”, sehingga argumennya jadi punya sifat aksi “penyeimbang”, dan bukan malah aksi “pembencian”.. Solusi dari Infante sih sebetulnya sudah ada di Al Qur’an dari dulu.. Di Q.S An-Nahl ayat 125, yang menyuruh kita untuk menyeru manusia dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.. Ya gitu deh, kalo Qur’an nggak benar2 dipahami.. Meme2 berbau SARA dan argumen beraoma menyerang, menjelek2an serta kebencian malah banyak sekali bermunculan.. Apakah Alloh seneng dengan yang begitu ?? I don’t think so.

Sadar nggak sadar, cara2 kita berkomunikasi memang dipengaruhi oleh karakteristik kepribadian kita, dan secara nggak langsung bisa juga menunjukkan siapa kita.. Pak Littlejohn salah seorang pakar komunikasi yang gw tulis di awal postingan pun menuliskan dalam bukunya: “Indeed, your identity depends just as much on what you share with others..”